Selasa, 19 Januari 2010

CCTV Untuk Mereka

Entah mengapa hari ini benar-benar membuat kepalanya menjadi pusing. Kertas-kertas mulai menumpuk di meja tempatnya bekerja. Pakaiannyapun tak serapi sebelumnya, wajahnya membuat orang lain terasa ‘ngeri’ untuk mendekat untuk sekedar bertanya ‘ada apa?’. Berulangkali dia membuka kunci otomatis handphone itu dan berulangkali pulalah si Handphone mengunci tombol-tombolnya kembali. Mungkin dia bingung ingin melakukan apa. Atau dia sedang tidak mengerti kemana arah tujuan isi kepalanya itu pergi. Penat sekali yang ia rasa, wajahnya semakin bertekuk saja. Hari sudah mulai gelap dan dia tetap berada di kursi dan berada di depan layar komputer itu. seakan terpaku disana. Seperti patung yang tak bisa bergerak.

Handphone itu akhirnya berbunyi juga. Tapi entah mengapa dia enggan sekali mengangkatnya atau setidaknya melihat siapa yang menelpon. Aku yang daritadi memerhatikannya juga aneh, kenapa dia tidak pulang-pulang padahal hari sudah mulai gelap. Setahuku dia tidak ada lembur malam ini.

Selang berapa saat aku memerhatikan gerak-geriknya yang semakin aneh saja. Dia mulai berjalan mondar-mandir disekitar mejanya sambil mengucapkan kata-kata yang aku benar-benar tidak mengerti. Gumaman yang tidak jelas dengan notasi yang semuanya hampir tinggi. Orang-orang penghuni kantor ini, atau lebih tepatnya yang berada diruangan ini semuanya sudah pulang. Hari semakin gelap, lampu-lampu mulai dipadamkan tapi laki-laki satu ini tidak kunjung pulang.

Ada seorang penjaga keamanan kantor yang melihatnya. Oleh sebab itu lampu yang berada di pojok dekat dia berdiri belum dimatikan. Dan lagi-lagi orang itu tidak menegur laki-laki yang kelihatannya memerlukan bantuan ini. Dia cuek, tidak mau tau urusan laki-laki yang mungkin menurutku akan mengalami penyakit depresi berat karena masalahnya yang aku tidak tahu.

Jam di dinding dekatnya berdiri menunjukan pukul sembilan malam. Harusnya dia pulang kerumah dan bertemu dengan anak dan istrinya. Menurutku dia juga telah memiliki anak dan istri, karena kerutan wajahnya telah menunjukan bahwa dia telah berumur. Aku heran dengan masalah yang dihadapinya. Sepertinya dia satu-satunya orang yang aku temui dan memiliki banyak sekali masalah sampai-sampai pukul sembilan belum tergerak untuk kembali kerumah.

Handphone itu menyala lagi, mungkin telpon atau pesan singkat yang ia terima akupun tidak mengetahuinya. Karena, sama seperti sebelumnya, dia tidak berminat untuk menyentuh benda yang berupa kotak kecil itu. menurutku itu dari keluarga yang mencemaskan dirinya. Entahlah orang ini sangat kalut. Semakin malam keringatnya semakin banyak yang keluar. Aku melihat itu dari pakaiannya yang basah. Padahal ruangan ini cukup dingin untuk satu orang sepertinya.

Dengan hati-hati dia menggapai kotak kecil yang sering berbunyi tadi, ia selalu saja terlihat ragu-ragu. Ia melihat Handphonenya dan benar saja! Wajahnya semakin merah dan keringatnya semakin banyak yang keluar. Aku tidak mengerti dengan dirinya yang semakin kebingungan dan ketakutan. Yah, ketakutan sepertinya itu lebih tepat untuk menggambarkan keadaan laki-laki yang daritadi kerjaannya mondar-mandir mengelilingi meja dan mengacak-acak rambutnya yang jarang-jarang dan uban-an itu.

Aku tidak tau apa yang dibacanya atau di lihatnya di layar kotak kecil itu, namun setelah itu dia langsung memberesi kertas-kertas yang berserakan diatas mejanya membuang kertas yang mungkin pikirnya tidak berguna lagi. Dia kemudian membawa satu bungkusan kecil yang ada di laci mejanya, yang aku sendiri pun tidak tau apa isinya, kemudian map berwarna oranye yang aku tidak mampu membaca tulisan itu karena terlalu cepat ia memasukan map itu kedalam tasnya.

Aku penasaran dengan apa yang ingin dilakukan oleh orang ini. Orang yang hari ini terlihat seperti sedang ditimpa masalah yang sangat rumit. Dengan hati-hati aku menyelinap masuk kedalam tasnya, berharap agar dia tidak mengetahui kehadiranku disana.

Dan benar saja, dia tidak mengetahui keberadaanku di dalam tasnya. Dia merapikan pakaiannya, memasang dasinya dengan rapi kembali, kemudian keluar kantor dengan membawa tasnya dan tentu saja ada aku didalam sana.

Aku merasakan aku berada di dalam mobil dan sedang berjalan ke suatu tempat yang aku juga tidak mengetahuinya. Lagi-lagi aku sangat bodoh. Aku tidak pernah mengetahui apa yang sedang aku ikuti.

Tiba-tiba mobil ini berhenti. Tempat ini sangat sepi. Bukan sebuah rumah yang aku tau, tapi sebuah gudang tua yang sedikit sekali pencahayaan dan disekitarnya banyak terdapat pohon besar dan mengakibatkan gudang ini terkesan ‘angker’. Ditambah lagi orang-orang yang berada disana yang mukanya semuanya menyeramkan. Aku kini sudah berada di dalam mobil, bukan di dalam tas lagi. Aku mengamati dari kejauhan.

Laki-laki itu turun membawa tasnya dan mengeluarkan isinya, memberikan pada laki-laki lain yang berada didepannya. Tapi ada laki-laki lain yang tidak dilihat oleh laki-laki pembawa tas itu. ada orang lain yang membawa senjata dan menembakkannya tepat dikepalanya, sehingga cairan merah yang mengental itu keluar dari kepala laki-laki yang aku lihat memiliki banyak masalah ini. Mungkin dengan cara seperti ini masalah yang ada dikepalanya bisa keluar beriringan dengan keluarnya carian kental itu.

Dia ditinggal sendirian ditempat itu sampai hari mulai terang, barulah datanglah segerombolan orang yang berpakaian sama, mungkin itu petugas keamanan atau sejenisnya. Dia mulai memeriksa keadaan sekitar dan akhirnya membawa laki-laki yang memiliki banyak masalah itu kedalam sebuah mobil lain yang memiliki bunyi ‘nguing...nguing... nguing...’

Aku berusaha untuk mencari tau apa yang terjadi, kenapa dia menjadi seperti ini. Dengan perjuangan yang panjang, akhirnya aku kembali ketempat asalku berada. Diplafon berlubang diruangan laki-laki itu. yang aku tau cerita yang berkembang disini mengatakan bahwa laki-laki itu terlibat atas penyalahgunaan uang perusahaan dan (mungkin) dia ingin bebas dari itu semua dengan cara memberikan ‘sesuatu’ yang aku tidak tau kepada orang lain. Namun, sayangnya lagi-lagi (mungkin) ia bernasib sial. Sehingga keluarga yang menunggunya dirumah harus menerima bahwa laki-laki yang pergi pagi hari itu tidak akan kembali lagi dengan sebuah senyumnya.

Aku sebenarnya ingin memberikan kesaksian bahwa aku adalah salah satu makhluk yang tau apa yang terjadi pada malam itu. tapi apa hak yang bisa aku peroleh? Aku hanya seekor binatang yang tinggal di plafon yang ujungnya berubang dan hanya bisa mengeluarkan suara ‘ckckckckck’ cicak tua yang sering mengamati laki-laki itu. cicak tua yang sering melihat apa saja yang dilakukan mereka orang-orang itu disini. Aku berkesimpulan bahwa laki-laki itu adalah orang yang baik untuk keluarganya. Dia melakukan apapun demi keluarganya bisa hidup enak dan layak. Tapi cara yang dilakukannya salah, dia melakukan kesalahan dengan sangat fatal. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan keluarganya, dia tidak pernah memikirkan orang lain yang berada disekitarnya dan dampak yang dia peroleh akan perlakuannya itu. padahal keluarganya tidak akan memakinya jika dia pulang tidak membawa uang yang banyak. Keluarganya akan senang jika dia pulang dengan membawa sebuah senyuman. Pergi dipagi hari dengan sarapan buatan sang istri dan pulang dengan sambutan hangat keluarga.

Jika kejadian laki-laki itu seperti ini. Apakah manusia-manusia itu masih saja saling rebut untuk mendapatkan yang namanya ‘uang’? teman-temanku pernah mengatakan, ‘aku hanya cicak tua yang bodoh, yang sok mengikuti alur pikiran manusia yang super ribet.’

Sejak kapan uang jadi masalah? Uhm... yang aku tau sejak uang itu berkenalan dengan manusia. Semua manusia ini merasa terhanyut akan nikmatnya memegang banyak uang!

Aku merenungi itu di lubang plafon tempat biasanya, dan pekerjaanku tiap hari adalah mengamati orang-orang yang berada disekitar sini dan tentunya tanpa laki-laki itu. aku berharap tidak ada lagi manusia yang seperti laki-laki itu. dibutakan oleh banyaknya uang dan akhirnya bernasib sial!

Skudai, November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar